Pengobar Semangat Jihad



Siang itu dua pasukan sedang berhadapan dalam pertempuran penentuan antara Haq dan Bathil. Sengatan mentari yang membuat keringat meleleh tiada henti tak menggeser secuilpun niat kedua belah pihak untuk mundur. Debu padang pasir yang menari nari seolah menjadi jamuan resmi tentang pesta bersimbah darah yang sebentar lagi akan digelar. Teriknya matahari yang silau bertambah kemilau ketika ribuan pedang telah terhunus lepas dari sarungnya. Makin mencekam ketika sejumlah pasukan menutupi wajahnya dengan selendang dan dibalut dengan tali ikatan yang sangat kencang. Inilah simbol keberanian yang hanya akan ditukar dengan kemenangan atau kematian.
Disebelah kanan sejumlah besar pasukan muslim dibawah komando Khalid bin Walid r.a dengan telinga sudah gatal mendengar teriakan “Allahu Akbar” dari sang Jenderal. Sementara disebelah kiri pasukan murtad pimpinan Musailamah Al AKadzab sudah siap dengan semua barisan pertahanan terbaik yang mereka miliki. Kini medan laga Yamamah akan menjadi saksi salah satu pertempuran sengit yang pernah ditulis dalam tarikh Islam.Dibarisan depan pasukan muslimin ada sosok yang sudah tidak tahan memacu kudanya untuk menerjang pasukan musuh. Tapi karena makmum harus taat kepada amir maka ia masih juga memaksa menahan semangat jihad yang sudah menyala nyala. Dia adalah Barra bin Malik r.a
Telinga Barra bin Malik r.a sudah sangat kesal dengan kebohongan dan fitnah yang diciptakan oleh Musailamah Si Pembohong. Kini matanya lincah mencari tempat yang paling cocok untuk menghabisi pasukan murtad. Tangan kirinya sudah terkunci mati memegang tali kekang kuda sedangkan tangan kanannya sudah menunjuk keatas dengan ditemani pedang kecintaannya. Tak ada yang bisa menyurutkan semangat jihad yang kini sudah ia ada di dalam gelanggang pertarungan itu. Ia hanya mencari satu kata yaitu syahid. Ia sudah rindu dengan temannya di Badar dan Uhud.
Kepahlawanan Barra’ di medan perang Yamamah wajar dan cocok dengan watak serta tabiatnya. Wajar untuk seorang pahlawan yang sampai-sampai Amirul Mukminin Umar bin Khattab r.a berpesan agar ia jangan jadi komandan pasukan, disebabkan keberaniannya yang luar biasa, keperwiraan dan ketetapan hatinya menghadang maut.Semua sifatnya itu akan menyebabkan kepemimpinannya dalam pasukan membahayakan anak buahnya dan dapat membawa kebinasaan.
Kini pertempuran telah pecah. Pedang bertemu pedang. Tombak bertemu tombak. Dan anak panah terus beterbangan diatas padang pasir menembus debu yang pekat.Suara ringkikan kuda makin menambah hiruk pikuk suasana medan Yamamah. Diawal pasukan islam berhasil memukul mundur pasukan murtad dan beberapa tokoh mereka berhasil dijatuhkan oleh pedang kaum muslimin. Tapi pasukan murtad Musailamah adalah pasukan elite yang terlatih bertempur dan biasa memenangkan pertempuran sehingga beberapa kali pasukan murtad berhasil mengecoh pasukan muslimin. Keadaan makin genting ketika semangat tempur kaum muslimin mulai kendur. Serangan yang bertubi tubi mereka lancarkan kepada kaum murtad bisa dipatahkan.
Melihat gelagat akan kekalahan pasukannya maka Panglima Khalid bin Walid mencari ide. Ditengah berkecamuknya perang yang melelahkan itu ia melihat sosok Barra bin Malik r.a yang tetap menunjukkan semangat juang tak kenal mati. Kini Panglima Khalid tahu betul apa yang harus ia lakukan. Segera ia memacu kudanya kearah Barra bin Malik dan memerintahkan ia supaya mengobarkan semangat juang yang nampak telah kendur.
Maka Barra bin Malik pun menyerukan kata-kata yang penuh gemblengan semangat dan kepahlawanan full power “Wahai penduduk Madinah !! Tak ada Madinah bagi kalian sekarang. Yang ada hanya Allah dan surga… !”
Ucapan itu menunjukkan jiwa pembicaranya, dan menjelaskan watak akhlaqnya. Benarlah , yang tinggal hanyalah Allah dan surga! Karena di dalam suasana dan tempat seperti ini, tidaklah wajar ada fikiran-fikiran kepada yang lain walau kota Madinah, ibu kota Negara Islam, tempat rumah tangga, isteri dan anak-anak mereka! Sekarang tidak patut mereka berfikir ke sana! Sebab bila mereka sampai dikalahkan, maka tak ada artinya kota Madinah lagi… !
Kata kata ini bagai kayu bakar yang kembali menyulut api yang hampir padam. Pasukan Islam kembali menekan pasukan murtad dan terus melakukan serangan ke jantung pertahanan musuh. Pasukan murtad mundur ke belakang dan mencari tempat perlindungan.
Pasukan kaum muslimin terus mendesak dan melakukan tekanan. Kobaran semangat terus Barra bin Malik suarakan. Deru pacu kuda makin kencang dilakukan. Dan ayunan pedang makin cepat menangkap korban. Kaum murtad pun kalah telak dalam pertempuran penentuan bagi kekalahan Musailamah dan antek anteknya.
Lebih baru Lebih lama